Selama ensilase terjadi perubahan pada hijauan baik secara fisik, kimia maupun biologis khususnya perkembangan mikroorganisme dalam silo.
Adapun tahapan perubahan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Hari ke1.
Hari 1 saat hijauan diisikan ke dalam silo, sel hijauan masih melakukan aktivitas respirasi. Fase awal ini dikatagorikan sebagai fase aerob. Meskipun silo dibuat an-aerob tetapi sisa udara dalam silo masih mampu digunakan untuk respirasi sel hijauan. Respirasi tersebut merupakan aktivitas pembongkaran zat makanan yang terkandung dalam hijauan menjadi panas, CO2 dan air. Respirasi sel hijauan pada awal pembuatan silase ini sangat penting karena dapat menstimulir perkembangan bakteri asam laktat atau mikroba lainnya mengingat situasi dalam silo menjadi hangat dan lembab yang sangat sesuai bagi lingkungan mikroba. Pada saat ini pH dalam silo masih netral karena belum terjadi perkembangan mikroorganisme yang optimal dalam menghasilkan produk asam. Melihat proses yang terjadi pada hari pertama ini tentunya perlu dipahami bahwa proses respirasi sel hijauan tidak boleh berlanjut. Apabila proses respirasi ini berlanjut lama, maka pembongkaran nutrisi yang dikandung hijauan akan hilang, panas dalam silo akan berlebih yang nantinya mampu membakar zat makanan yang diperlukan ternak, selanjutnya kandungan air yang berlebihan dapat melarutkan nutrisi hijauan dan pada akhirnya perkembangan mikroba juga akan terganggu. Kelebihan air dalam silo biasanya ditandai dengan genangan air di dasar silo, kalau kondisi ini terjadi biasanya hijauan menjadi busuk, karena bakteri/mikroba yang berkembang adalah bakteri/mikroba pembusuk yang tidak dikehendaki dalam pembuatan silase.
- Suatu upaya yang dapat dilakukan agar respirasi tidak berlanjut, adalah : Melayukan hijauan sampai kadar air 65 – 70% yang dapat mematikan sebagian besar set tanaman, Pelayuan ini juga diharapkan dapat melunakkan jaringan tanaman, sehingga memudahkan untuk memampatkan isi silo agar tercipta kondisi an-aerob. Pelayuan juga merupakan suatu upaya agar kandungan air dalam silo cukup ideal bagi perkembangan bakteri asam laktat.
- Menciptakan kondisi dalam silo an-aerob. Dengan kondisi an-aerob maka sel tanaman tidak mampu melakukan respirasi. Respirasi yang terjadi pada hari ke 1 hanyalah memanfaatkan udara yang tersisa di sela-sela hijauan yang benar-benar sulit dikeluarkan dalam silo. Dinding silo tidak boleh bocor agar udara luar tidak masuk dalam silo.
Pada hari ke-2 diharapkan sisa udara dalam silo sudah habis dan kondisi dalam silo sudah dalam phase an-aerob. Respirasi tanaman sudah tidak ada lagi dan aktivitas mikroorganisme mulai berjalan yang disebut dengan fermentasi. Fermentasi awal ini dilakukan oleh berbagai macam jenis mikroorganisme tetapi yang hanya dapat hidup dilingkungan an-aerob. Produk yang dihasilkan dari aktivitas fermentasi ini adalah asam asetat. Fermentasi awal ini menyebabkan temperatur dalam silo meningkat dan pH mulai turun akibat terdapatnya asam organic khususnya asetat dalam silo. Perkembangan mikroba yang beragam jenisnya ini akan bersaing untuk tumbuh dan yang dominant nantinya adalah jenis mikroba yang mampu memanfaatkan substrat yang tersedia di dalam silo. Untuk meningkatkan perkembangan bakteri asam laktat maka di dalam silo harus tersedia karbohidrat mudah larut (water soluble carbohydrate = WSC) yang cukup.
Hari ke 3.
Pada hari ke 3, asam asetat tetap diproduksi, tetapi pada saat ini pula dimulai produksi asam laktat, hal ini menunjukkan bahwa bakteri penghasil asam laktat mulai berkembang. Berkembangnya bakteri asam laktat ini akan berjalan cepat atau lambat sangat tergantung pada ketersediaan substrat/WSC dalam silo. Temperatur dalam silo mulai menurun begitu pula dengan pH. Menurunnya temperatur ini suatu petunjuk bahwa aktivitas fermentasi mulai mengarah pada dominasi perkembangan bakteri sejenis (homo specific bacteria) yaitu bakteri penghasil asam laktat. Adanya asam laktat menyebabkan di dalam silo semakin asam (pH turun).
Hari ke 4 sampai 7.
Pada hari ke 4 sampai 7 produksi asam laktat sudah mendominasi di dalam silo. temperatur turun serta pH juga turun seiring dengan produksi asam laktat. Aktivitas bakteri asam laktat mendominasi di dalam silo sehingga tidak ada bakteri lain yang dapat berkembang karena kompetisi dimenangkan oleh oleh bakteri asam laktat. Namun demikian apabila pada phase ini produksi asam laktat berkurang akibat terbatasnya substrat WSC, maka tidak menutup kemungkinan timbulnya bakteri lain yang bukan penghasil asam laktat, seperti bakteri penghasil asam butirat. Asam laktat di dalam silo menyebabkan pH turun sampai dengan 4, kondisi ini mengakibatkan tidak mampunya bakteri lain untuk hidup pada pH tersebut.
Hari ke 8 sampai 21.
Pada hari ke 8 sampai 21 merupakan phase penentu baik atau buruk kualitas silase yang dihasilkan. Silase yang baik tentunya dapat disimpan lebih lama tanpa adanya kerusahan selama penyimpanan. Pada phase ini produksi asam laktat mencapai optimal, sehingga pH mencapai 4.
Setelah 21 hari.
Pada hari ke 21 dan setelah itu merupakan waktu yang tergolong phase penyimpanan. Silase yang baik mampu disimpan sampai ber-tahun-tahun dengan catatan selama penyimpanan tidak terjadi kerusakan pada silo, sehingga tetap terjaga dalam kondisi an-aerob. Keasaman atau pH maksimal 4 dan warna coklat, tekstur lembut/lunak tidak berlendir dan baunya sangat asam. Namun perlu diingat bahwa kalau silo sudah dibuka, maka isi silo harus digunakan terus, karena dengan terbukanya silo berarti silo sudah dalam kondisi aerob. Begitu juga dengan silase yang sudah dikeluarkan dari silo, kalau silase dibiarkan ditempat terbuka sampai lama (sekitar 3 hari), maka silase akan menjadi busuk atau berjamur/berlendir yang dapat berpengaruh pada kualitas silase.
Pemahaman tentang ensilase di atas sangat penting, hal ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya membuat silase yang baik dan benar serta dapat digunakan untuk memahami faktor apa saja yang dapat verpengaruh terhadap kualitas silase yang dihasilkan.
Selama ensilase terjadi perubahan kimia atau zat makanan seperti pada gambar berikut :
Dari gambar tersebut terlihat, bahwa kandungan gula menurun, mengingat gula merupakan substrat utama yg digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan asam laktat, tentunya bakteri yang dapat melakukan itu adalah bakteri penghasil asam laktat. Menurunnya gula tersebut akan diikuti dengan kenaikan kandungan asam laktat yang membawa akibat menurunnya pH.
Suatu hal yang menarik adalah pemanfaatan protein dalam silo. Pada saat fermentasi dalam silo dilakukan oleh heterospecific bacteria (hari ke 2 dan 3) terjadi degradasi protein oleh kelompok bakteri proteolitik yang mana protein didegradasi menjadi ammonia dan asam butirat. Peristiwa ini perlu dihambat dalam pembuatan silase mengingat ammonia yang terbentuk akan mengakibatkan pH dalam silo sulit turun karena ammonia adalah kelompok buffer capacity. Situasi ini menunjukkan bahwa tanaman pakan ternak yang mempunyai kandungan protein tinggi seperti tanaman leguminosa sebaiknya jangan diawetkan dalam bentuk silase karena nantinya pH sulit turun dan silase tidak dapat disimpan lebih lama.
Selama ensilase banyak macam asam organik yang terbentuk, seperti : asam laktat, asam amino, asan asetat dan asam butirat. Namun asam yang diharapkan adalah asam laktat, untuk itu maka kandungan gula atau WSC sangat penting dalam memilih bahan untuk silase. Apabila hijauan pakan yang akan diawetkan mempunyai kandungan gula yang minim, maka dapat dilakukan dengan menambahkan komponen gula (WSC) untuk meningkatkan kandungan zat tersebut dalam silo.
Tugas Mahasiswa :
Melihat proses ensilase di atas, maka kita dapat memahami mengapa rumput jauh lebih bagus diawetkan dalam bentuk silase dibandingkan dengan leguminosa. Pertanyaan yang muncul, apa semua jenis rumput dapat dengan baik dibuat silase, jelaskan alasannya, (kirim ke hermanto9@yahoo.com paling lambat tanggal 22 Maret 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar