Kamis, 19 Agustus 2010

JENIS PAKAN MENENTUKAN PRODUKSI DAN CITARASA SUSU

Pernahkan kita punya pengalaman minum susu, tapi rasanya susunya tidak gurih, hampar, bau amis dan kadang bau kandang. Setelah kita mengkonsumsinya akan terasa mual atau perut mulas. Mungkin ini salah satu alasan, mengapa bangsa ini sulit rasanya kalau dibiasakan minum susu.

Susu yang sehat, bersih dan bergizi mempunyai cita rasa yang gurih dan sedikit manis. Bagi kita yang pernah hidup di luar negeri (Eropa, Amerika dan Australia) tentu kita bisa rasakan nikmatnya susu saat sarapan pagi dan siang hari pulang kerja/sekolah merasakan nikmatnya susu dingin. Namun saat kita pulang di Indonesia rasa susu di negeri ini beda sekali dengan yang di sana. Tapi kalau kita pergi ke super market, membeli susu produk salah satu IPS yang memilki sapi sendiri dan memilih yang pasteurisasi plain (tanpa rasa dan warna) rasa susu yang benar baru tampak. Sehingga timbul pertanyaan : Ada apa dengan susu produksi petani di Indonesia.

Pengalaman penulis, selain susu sehat dan bersih (tanpa cemaran mikroorganisme) ternyata pakan sapi memegang peran yang besar dalam menentukan cita rasa susu. Ada beberapa bahan pakan yang menentukan citarasa susu, seperti :

  1. Jagung. Bijian jagung sangat memberikan cita rasa yang enak pada susu, baik diberikan dalam bentuk konsentrat maupun di berikan bersama tanamannya. Hasil ikutan penggilingan jagung yaitu dedak jagung (empok : jawa) yang berwarna kuning memberikan manfaat yang sama seperti biji jagung. Penggunaan biji jagung dalam konsentrat umumnya sebagian akan keluar lagi bersama feses, sehingga untuk mengantisipasi dapat digiling atau di masak terlebih dahulu. Di luar negeri, penggunaan jagung untuk sapi perah diproses dalam bentuk crack (direbus kemudian di giling dan dikeringkan). Penggunaan yang disarankan adalah 20% dalam konsentrat, selain membuat citarasa susu yang nikmat dan akan berpengaruh pada peningkatan produksi susu.
  2. Molasses (tetes), bahan ini merupakan hasil samping/ikutan dari pabrik gula. Penggunaan 5 % dalam konsentrat sapi perah akan memberikan dampak pada citarasa susu dan sekaligus meningkatkan produksi susu.


Selanjutmya da bahan pakan yang harus dihindarkan dalam pakan sapi perah laktasi, agar tidak merusak citarasa susu, yaitu bahan-bahan yang sudah busuk karena terjadi proses fermentasi yang tidak terkendali, umumnya terdapat pada ikutan industri pengolahan hasil pertanian yang masih mempunyai kandungan air yang banyak, seperti : Onggok basah, ampas tahu, ampas bir yang sudah disimpan dalam karung lebih dari 2 hari. Bahan-bahan ini tidak akan mempengaruhi pada citarasa susu selama diberikan dalam kondisi segar atau disimpan dalam kondidi an-aerob. Namun bila disimpan dalam karung dan ditumpuk dalam kandang untuk diberikan pada beberapa hari lagi, maka akan berdampak pada citarasa susu, meskipun bahan yang busuk ini masih disukai oleh ternak. Selanjutnya perlu dihindarkan pemberian pada bahan pakan yang sudah tengik (rancid), seperti bekatul atau bungkil-bungkilan yang sudah lama dan sudah menimbulkan bau tengik, bahan ini bukan hanya merusak citarasa susu tetapi juga dapat menurunkan produksi susu.


Untuk menyusun pakan sapi perah, hindari pola pikir TERLALU MAHAL HARGANYA, tapi mari kita ganti dengan DENGAN HARGA SEBESAR ITU BERAPA PRODUKSI SUSU DAN BERAPA KEUNTUNGAN SAYA.

Minggu, 15 Agustus 2010

KEBERSIHAN/KONTROL SANITASI DIPERLUKAN UNTUK MEMPRODUKSI SUSU SEHAT

Susu merupakan bahan pangan yang sarat dengan gizi, predikat ini membawa konsekuensi susu mudah rusak oleh cemaran mikro-organisme baik mulai dari ambing si sapi sampai pada saat susu siap dikonsumsi manusia. Kecerobohan peternak akan kebersihan sapi maupun peralatan pemerahan akan berdampak pada kerugian yang besar, begitupula pada saat pengolahan. Dengan demikian kebersihan merupakan cermin sehat-tidaknya susu yang dikatagorikan empat sehat lima sempurna.
Banyak dijumpai peternak sapi gagal melakukan kebersihan/sanitasi. sehingga susu yang diproduksi gagal dikonsumsi langsung oleh konsumen, bahkan kalau kita lihat si anak peternak pun juga enggan mengkonsumsi produksi susu segar hasil budidaya usaha keluarga. Kondisi ini membuat susu yang diproduksi peternak hanya mampu dipasarkan ke Koperasi Penampungan Susu yang selanjutnya akan diteruskan ke IPS. Sebagai konsekuensi yang diterima peternak, adalah harga susu relatif murah mengingat peternak tidak punya alternatip pilihan untuk mencari peluang pasar yang mempunyai harga mahal.

Kebersihan susu diawali dari bagaimana menjaga si ambing dan puting sapi tetap sehat dan pemerah juga dalam keadaan bersih baik tangannya maupun pakaiannya. Sebelum pemerahan si sapi, ambing dan putingnya harus bersih. Buang pancaran susu pertama saat pemerahan dan akhiri dengan pemerahan tuntas. Setelah pemerahan susu si putting perlu direndam dalam larutan desinfektan seperti Yodium agar putting tetap bersih bagian dalam sampai menjelang pemerahan berikutnya.

Peralatan yang digunakan untuk pemerahan dan berhubungan langsung dengan air susu harus dalam kondisi bersih. Bersih dalam katagori objektif yaitu tidak ada kotoran, atau lemak susu yang menempel pada peralatan. Dengan demikian kita tahu bahan apa yang bisa dibersihkan dan bagaimana cara pembersihannya, karena si alat tersebut tidak boleh bau susu apalagi kalau kita kerok dengan kuku tidak ada lagi lapisan lemaknya. Tentunya bahan yang baik untuk kepentingan ini adalah stainless dan untuk menghilangkan lemak tentunya dengan air panas, pelarut lemak (campuran deterjen dan antiseptik) dengan menggunakan alat penggosok yang tepat.
Upaya untuk menjaga susu yang sudah bersih dan sehat terus kita lakukan yaitu dengan sesegera mungkin mendinginkan susu sampai suhu 4oC.
Susu yang sudah dingin baru boleh diolah atau dikirim dengan segera ke konsumen.

Langkah untuk memproduksi susu sapi yang sehat ini tentunya tidak murah tetapi perlu diingat dengan memproduksi susu sehat kita me
mpunyai peluang untuk mencari pasar dengan harga susu yang ideal. Harga susu yang ideal untuk saat ini (Agustus 2010) minimal Rp.3.750,- liter begitu keluar dari farm kita. Pakan rumput harus dihitung biayanya meskipun kita mencari sendiri.
Andaikata pihak koperasi atau IPS tidak mampu menghargai susu sesuai patokan harga tersebut, usahakan jangan disetorkan ke IPS karena IPS akan membandingkan susu segar kita dengan susu bubuk import. (harga susu bubuk import lebih murah dibandingkan dengan susu segar kita). Kita harus yakin susu segar kita jauh lebih bermutu dari susu bubuk import karena enzym yang ada di susu belum rusak dan di dalam susu kita tidak ada cemaran dari bahan-bahan yang membahayakan konsumen, sehingga konsumen dijamin sehat dan SEHAT ITU MAHAL.

Rabu, 04 Agustus 2010

APAKAH SUSU HANYA UNTUK ORANG YANG KAYA


Tingkat pendidikan, kemapanan ekonomi dan seiring dengan kemajuan teknologi informasi pada sebagian masyarakat memberikan dampak pada kesadaran akan pentingnya gizi bagi keluarga khususnya anak-anak. Peluang ini ditangkap oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) yang banyak bermunculan untuk memproduksi susu olahan mulai dari bubuk, UHT, Pasteurisasi, kental manis sampai pada turunannya yoghurt dan keju.
Melihat rantai produksi susu sampai menjadi produk IPS sangat panjang, yaitu :
1, Peternak Sapi Perah setor susu segar ke Koperasi Susu.
2. Koperasi Susu melakukan pendinginan terus diangkut ke IPS.
3. IPS memproses susu dengan teknologi tinggi, dikemas dan didistribusikan ke agen penjualan.
4. Agen penjualan menyimpan dan melayani konsumen.
5. Pada tingkat konsumen, khususnya susu bubuk, masih dilakukan penyeduhan dengan air panas, karena masuknya susu ke mulut dalam bentuk cair.

Melihat rantai yang panjang dalam prosesing susu ini jelas menimbulkan biaya, dan perlu diingat bahwa semua biaya yang timbul tersebut ditanggung sepenuhnya dengan konsumen. Pada susu cair seperti proses UHT ternyata kemasan susu cair juga merupakan bahan yang mahal dan ironisnya bahan yang mahal tersebut dibuang ke tempat sampah. Situasi ini yang menyebabkan bahwa susu bukan merupakan bahan pangan yang murah. Rata-rata per liter susu cair hasil IPS sekitar Rp.7.500,- sampai Rp. 10.000,- (tergantung produk IPS).

Mari kita bandingkan dengan harga susu ditingkat peternak yang hanya berkisar Rp.2.900 sampai Rp.3.300,- (tergantung kualitas yang sudah ditentukan IPS).
Memang tidak mudah mengkonsumsi susu segar dari peternak, karena keterbatasan teknologi yang berakibat susu tersebut mudah rusak. Oleh karena itu salah satu jalan keluarnya adalah bagaimana mendistribusikan susu segar agar secepatnya sampai pada konsumen. Namun kenyataannya hal ini sulit dilakukan karena image konsumen terhadap susu segar hasil peternak sudah jelek, hal ini terlihat pada tingkatan keluarga peternak jarang sekali yang mau mengkonsumsi susu hasil perahannya, padahal anak-anak peternak memerlukan asupan gizi untuk meningkatkan kecerdasan mereka. Salah satu penyebab dari rendahnya konsumsi susu segar hasil peternak adalah food image, bahwa peternak kurang mampu menjaga kebersihan hasil susunya, bahkan situsi ini melekat di anak-anak mereka.

Jalan keluar yang sangat baik untuk meningkatkan konsumsi susu adalah meningkatkan kebersihan dalam berbudidaya sapi perah atau juga bisa dibalik mensosialisasikan pada anak-anak di sekolahan daerah persusuan agar minum susu karena susu dapat meningkatkan kecerdasan mereka. Kalau anak-anak peternak sudah suka mengkonsumsi susu pasti si orang tua akan menjaga kebersihan dalam usaha sapi perahnya.

Rabu, 28 Juli 2010

ADA APA DENGAN PERSUSUAN INDONESIA


Siapa yang tidak yakin kalau susu adalah bahan pangan yang sempurna. Kita pernah belajar di SD bahwa untuk mencapai menu 4 sehat 5 sempurna, maka susulah yang menempati kesempurnaan gizi kita. Tidak ada agama atau keyakinan yang menyebutkan bahwa susu adalah pangan yang haram atau dilarang dikonsumsi.
Banyak negara yang memanfaatkan susu ternak ruminansia (sapi, kambing, domba dan kerbau) sebagai makanan pokok paling tidak menempati porsi sebagai menu makan pagi. Mungkin tradisi atau habit bangsa ini sudah berjalan ratusan tahun yang lalu sampai sekarang dan kalau sekarang ada orang mengklaim bahwa susu merupakan makanan yang tidak sehat jelas pendapat ini akan terbantahkan dengan bangsa-bangsa yang menggunakan susu sebagai makanan pokok mereka.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi dihuni oleh warga yang sebagian besar miskin. Kita juga pernah diajarkan oleh guru kita saat di SD bahwa "DALAM BADAN YANG SEHAT TERDAPAT JIWA YANG SEHAT". Untuk mendapatkan badan yang sehat bukan hanya bertumpuh pada kegiatan olah raga tetapi juga harus diikuti oleh asupan gizi yang memadai. Asapan gizi yang memadai juga telah diajarkan oleh guru kita dulu yaitu "EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA". Guru kita dulu sangat-sangat bijak karena menu tersebut sebenarnya sudah tersedia di bumi Indonesia, jadi anjuran, ajaran ataupun himbauan tersebut bukan mimpi tetapi realistis dan sangat bisa dikerjakan oleh bangsa ini. Untuk mendapatkan asupan gizi tersebut tidak perlu import dari negara lain, dengan demikian kalau sampai kita import berarti ada masalah dengan proses produksi di negara ini. Bicara tentang proses produksi sangat terkait dengan masalah ekonomi, kebijakan pemerintah dan iklim usaha yang menyebabkan ketahanan pangan menjadi rapuh.

Susu yang dikonsumsi oleh manusia di dunia ini sebagian besar berasal dari susu sapi dan Indonesia juga mampu memproduksi yang saat ini sudah mencapai 1000 ton per hari dan bahkan mungkin sudah lebih. Data ini sangat mudah di dapatkan karena data ini terkumpul di Industri Pengolah Susu (IPS) besar dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari kita. Susu segar produksi peternak dalam negeri hampir 90 % terserap oleh IPS, Mungkin bagi penyelenggara negara, hal ini membanggakan karena IPS dapat menampung hasil produksi peternak, tetapi mari kita lihat apa dampak dari semua ini :
1. Harga susu segar di tingkat petani sangat tergantung dari IPS. Apakah IPS saat ini menentukan harga susu sudah disetarakan dengan proses produksi yang dikerjakan peternak ? Apakah peternak sapi perah saat ini sudah bisa tersenyum dengan harga tersebut. Jangan-jangan peternak sapi perah tersebut mengerjakan usahanya karena tidak ada kesempatan bekerja lain, sehingga budidaya sapi perah masih terus dijalankan (terpaksa dari pada menjadi pengangguran).
2. Susu olahan produk IPS sulit terjangkau oleh masyarakat miskin. Masyarakat boleh miskin tetapi asupan gizi utuk anak-anak mereka perlu mendapatkan perhatian. Pada dasarnya susu sapi merupakan bahan pangan yang murah, tetapi menjadi mahal karena banyak biaya yang dikeluarkan mulai dari peternak sampai menjadi susu olahan (susu bubuk). Ini adalah suatu konsekuensi dari pengolahan padahal susu tersebut untuk dapat masuk mulut kondisinya cair. Dengan demikian bisa dibandingkan berapa harga susu bubuk untuk dikarutkan menjadi susu 1 liter dibandingkan dengan harga ditingkat petani 1 liter. Mengapa kita tidak langsung mengkonsumsi susu segar dari farm/peternak untuk memangkas biaya prosessing.
3. Sulit meningkatkan produktifitas sapi perah. Rendahnya harga susu segar di tingkat peternak menyebabkan kreatifitas peternak sapi perah menjadi rendah. Hal ini seperti pada agribisnis lainnya, dimana stimulan harga panen/produk berimbas pada kreatifitas untuk menuju produktifitas ternak yang tinggi.
(hermanto9@yahoo.com)

Minggu, 25 Juli 2010

TERNAK LOKAL MEMPUNYAI POTENSI SEBAGAI PRIMADONA DI INDONESIA


Banyak kebijakan untuk memenuhi kebutuhan Daging melalui import live stock (ternak hidup) dari negara tetangga dan bahkan sebagai calon induk juga diprogramkan peningkatan betina melalui import heifer BX import. Untuk import live stock mungkin masih ada rasa nasionalisme, karena sebelum menjadikan berat potong ternak masih dipelihara di Indonesia yang bisa memanfaatkan pakan lokal dan tenaga kerja sebagai ekstrak sumber daya alam dan manusia Indonesia yang saat ini memang sangat diperlukan. Akan tetapi untuk import daging beku kelihatanya si importir sudah kebablasan mencari keuntungan sendiri, keuntungan sesaat yang berdampak sangat luas terhadap kekuatan peternakan kita.

Mari kita lihat potensi ternak/sapi lokal kita seperti : sapi ongle, Sumba ongole, Bali, Madura yang sebenarnya tidak kalah dengan sapi yang saat ini diidolakan yaitu BX (Brahman Cross), berwajah Limousin, Simental, Hereford atau gado-gado yang tidak jelas phenotipiknya. Kalau kita bijak melihat perkembangan melalui kawin silang sapi lokal (Ongole dan Madura) dengan Bos Taurus (simental atau Limousin) hasilnya sudah sangat fantastik. Tetapi kita masih kurang puas dengan melakukan kawin silang dalam dengan meningkatkan darah Bos Taurus. Hasilnya mungkin bagus karena ternak dapat mencapai berat badan di atas 500 kg, tetapi kita perlu tanyakan pada pemotong ternak, apakah berat badan potong yang tinggi tersebut diharapkan oleh pemotong ternak? Selanjutnya pemotong ternak juga ditanya senang mana memotong sapi dengan berat 700 kg dibandingkan dengan yang berat 350 kg dengan kondisi ternak yang gemuk. Tentu jawabnya senang yang berat 350 kg dengan kondisi ternak gemuk. Ternak dengan berat potong ideal 400 sampai 500 kg umumnya dapat dicapai pada persilangan antara sapi lokal dengan bos Taurus (turunan 1), dengan demikian sapi betina lokal kita mempunyai potensi untuk menurunkan F1 yang sangat baik untuk kondisi Indonesia.

Mari mulai saat ini kita promosikan bahwa sapi betina lokal kita baik Ongole maupun Madura mempunyai potensi untuk melahirkan F1 dengan Bos Taurus, sehingga sapi betina kita punya harga yang cukup tinggi tidak seperti sekarang ini. Bila kondisi seperti saat ini dimana kita melupakan potensi sapi betina kita, maka harga sapi betina kita menjadi murah. Hal inilah yang sangat dikawatirkan, karena berakibat pada pemotongan betina produktif pada sapi lokal kita, mengingat harga sapi betina murah padahal harga dagingnya sama aja, sehingga dengan memotong betina, pejagal (pemotong sapi) akan jauh lebih untung.

Jumat, 09 Juli 2010

START UP


SWASEMBADA DAGING....?

Mudah, banyak jalan menuju sana.
Saya tidak mengerti mengapa kita tidak mampu berswasembada daging khususnya daging sapi. Pertanyaan yang menggelitik mengapa harus dipaksakan daging sapi mengapa bukan ternak yang lainnya.
Okeylah kalau memang masakan indonesia berbasis pada dagig sapi, apa yang menjadi kendala untuk memproduksi daging sapi lokal, padahal kita punya native animal/sapi lokal yang cukup potensial dikembangkan dengan agroklimat indonesia.
Salah satu kendala adalah pemotongan hewan/sapi betina yang tidak terkendali karena sapi betina lokal murah harganya, sehingga pemotong (jagal) sapi lebih untung bila memotong ternak tersebut. Bahkan kalau kita melihat proyek pemerintah melalui SMD atau kredit breeding sapi mengalokasikan sapi betina yang digunakan adalah sapi Brahman Cross (BX) yang diimport dari negara tetangga kita Australia. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi kita semua karena harga sapi betina lokal bukan malah terangkat tetapi harganya menjadi hancur lebur, kondisi ini membuat sapi betina lokal terus mengalir ke rumah potong hewan (RPH) lebih-lebih di kota kecil yang jauh dari pengamatan pemerintah pusat.
Coba kita berpikir kalau misalkan proyek pemerintah tersebut mewajibkan breeding sapi dengan sapi betina lokal, niscaya harga sapi kita meningkat sehingga pemotong ternak mikir dua kali untuk memotong ternak tersebut, sehingga ternak betina kita akan aman dari pemotongan.